Friday, July 25, 2008

Tetouan:

antik, unik, mungil dan menarik[1]

Syariful Hidayat

Tetouan adalah satu dari sekian kota Maroko yang antik, unik, mungil dan menarik. Berjarak 10 km dari pantai Mediterania yang terkenal dengan keunggulannya memoles diri di musim panas dan dengan posisi geografis ini, Tetouan menjadi salah satu kota penghubung dunia Timur dan Eropa.

Keantikan kota ini terlihat pada corak arsitek bangunan yang autentik tetapi bisa terus berkembang; corak yang membuktikan pengaruh besar Andalusia [711 M-1492 M] yang pada masanya merupakan pusat peradaban barat Islam. Ciri khas ini tak terpisahkan dari eksistensi Tetouan.

Kemungilannya nampak pada posisi geografisnya yang berbatasan dengan kota Tanger di selatan, Ceuta di utara dan laut Mediterania di Timur. Banyak orang bilang, Tetouan tak lebih dari satu arah jalan dari barat ke timur. Kekhasan Tetouan, sebagaimana dituturkan Ibn Hazm, dipoles oleh masyarakatnya yang lembut tutur katanya, cerah kulitnya dan cakep perawakannya.

Sejak abad ke-11 Masehi, kota yang berada diantara ketinggian dua gunung Darsah dan Rif ini hadir dengan derasan pengaruh budaya kaum Tamudah (abad ke-3 SM) yang berhasil ditaklukkan oleh pasukan Romawi di tahun 42 SM. Keadaan ini terus berlangsung sampai datangnya Sultan Marini Abu Tsabit (awal abad ke-14, tahun 1307) membangun benteng untuk membebaskan kota Ceuta. Tetapi sayang, usaha beliau diketahui oleh Raja Spanyol Henry III (tahun 1399) dan penyerbuan besar-besaran Raja Henry tak mampu dibendungnya.

Terhitung sejak peristiwa penyerbuan Raja Henry III inilah, Tetouan berada dalam kekuasaan Spanyol. Namun dengan semangat membara dan kegigihan rakyat, di bawah komando Sidi Ali Al Mandari, Tetouan berhasil direbut kembali di akhir abad ke-15. Tahun 1492, akhir abad 15 itu, kemudian dikenal sebagai masa pengembangan dan kemajuan Tetouan. Tonggak sejarah ini mengantarkan nama Sidi Ali Al Mandari sebagai pahlawan Tetouan.

Pembangunan dan pengembangan Tetouan selanjutnya bergulir lebih terarah. Hubungan dalam dan luar kota Tetouan dijalin. Upaya ini menjadikan Tetouan sebagai kota berkembang sekaligus penghubung perdagangan dalam dan luar Maroko. Wajar kemudian, kalau salah seorang penyair Tetouan menyebut Tetouan sebagai saudara perempuan Fes, bukan hanya karena keeratan hubungan perdagangan antar keduanya di abad ke-18, namun juga karena hubungan keagamaan dan pemikiran. Tetouan juga berjuluk saudara perempuan Granada, karena secara umum keduanya memiliki kesamaan. Julukan lain adalah tempat suci kecil (Al Quds Al Shaghir) sebagai simbol hubungan Tetouan dengan Makah, Mesir dan Nablus, atau dengan ulama semisal Syeikh Ridlo dan Syakib Arsalan (penyair).

Disisi lain, dengan jarak 10 km dari laut Mediterania, Tetouan menjadi kota persinggahan para pedagang Eropa (Spanyol, Italia, Inggris) dalam rentang abad ke-17 dan ke-18. Aspek ini memberikan saham terbesar bagi Tetouan dalam membangun perekonomian dan mensejahterakan rakyat. Keramah-tamahan dan penghormatan rakyat terhadap kaum pendatang juga menunjang kemajuan kota. Ini misalnya terbukti dengan jenis makanan halawiyat (Baqlawah dan Qatoyif) yang merupakan makanan khas Bani Usmaniyah yang hijrah dari AlJazair karena desakan penjajah Perancis (1830).

Abad ke-19, tepatnya tahun 1800 M, rakyat Maroko secara umum terserang wabah penyakit. Masyarakat Tetouan tak mampu mempertahankan hasil jerih payah selama sekitar 3 abad berturut-turut, hingga abad ke-19 ini dianggap sebagai masa kemunduran dan kegelapan Tetouan. Pada kondisi inilah Spanyol tiba dan kembali menjajah Tetouan (1860).

Jatuh bangun Tetouan tidak menyurutkan semangat juang rakyat. Kegigihan mereka tetap membara dan mewarnai kebudayaan dan peradaban. Hingga pada tahun 1862 M, Tetouan merdeka dan mampu meneruskan pengembangan dan perbaikan kota di segala bidang.

Kemerdekaan terakhir yang diraih tetap terjaga dan berkembang. Hal itu karena karakter rakyat yang mampu mempertahankan segala warisan nenek moyang sekaligus mengembangkannya. Betapa tidak, gaung islamisasi pengaruh andalusia terus bergema, lantunan musik sufi sebagai alat aplikasi taqarrub kepada Allah terdengar syahdu di radio Medi 1. Sisi spiritualitas semisal zawiyah Qadiriyah, Tijaniyah dan Butsyisyiyah tetap menjadi fungsi Bait Al Arqam sebagai lembaga pendidikan rabbani.

Lebih dari itu, arsitek bangunan Tetouan adalah bukti ciri khas kejayaannya. Madinah qadimah (kota lama) yang terdiri dari tujuh pintu (pintu Nawadir, pintu Tut, pintu Uqlah, pintu Misywar, pintu Rowah, pintu Rumuz dan pintu Jayaf) masih bisa kita saksikan. Begitu juga Madinah JadidahSyanti” (kota baru) dengan arsitek Spanyol-nya menjadi kebanggaan dan keistimewaan Tetouan.


[1] Dimuat pada majalah Persatuan Pelajar Indonesia di Maroko Mediterane

No comments: